Kepemimpinan Mark Zuckerberg
Mark Zuckerberg, pebisnis muda kelahiran New York, 1984
Gaya kepemimpinan: Perfeksionis, pendobrak, dan kreatif.
Kekuatan kunci: Menggabungkan kemampuan teknis yang tinggi, bidang TI, dengan komunitas sosial.
Keputusan besar: Drop out dari kampus dan menciptakan Facebook.
Siapa yang tak kenal Mark Zuckerberg? Mark Elliot Zuckerberg (lahir 14 Mei 1984) adalah seorang pemrogram komputer dan pengusaha Internet. Ia dikenal karena menciptakan situs jejaring sosial Facebook bersama temannya, yang dengan itu ia menjadi pejabat eksekutif dan presiden. Facebook didirikan sebagai perusahaan swasta pada tahun 2004 oleh Zuckerberg dan teman sekelasnya Dustin Moskovitz, Eduardo Saverin, dan Chris Hughes ketika menjadi mahasiswa di Universitas Harvard. Pada tahun 2010, Zuckerberg terpilih sebagai Person of the Year versi majalah Time. Pada 2011, kekayaan pribadinya ditaksir mencapai $17,55 miliar.
Dalam mengelola perusahaannya, Mark Zuckerberg menerapkan konsep kepemimpinan terbuka. Dan sesuai dengan misinya, yaitu membuat dunia menjadi terbuka dan menciptakan sesuatu yang membantu orang-orang terhubung dan berbagi segala hal yang penting bagi mereka, revolusi, aliran informasi dan minimalisme.
Hal ini dibahas oleh Charlene Li dalam buku “Open Leadership: How Social Technology Can Transform The Way You Lead”. Menurutnya, saat ini adalah saat dimana organisasi menjadi sangat rentan terhadap keterbukaan informasi dari karyawan dan pelanggan. Pelanggan dengan kemudahan akses terhadap informasi perusahaan menjadi mudah menyampaikan opininya, baik itu protes, apresiasi, maupun memberikan masukan. Sementara itu, karyawan menjadi rentan membocorkan informasi kepada publik. Selain itu, informasi juga bocor lewat berbagai sumber yang tidak diduga, misalnya dengan keberadaan Wikileaks atau dari peretas (hacker).
Di jejaring sosial, orang biasa membicarakan brand apa yang disukai, dan brand mana yang tidak disukai; customer service mana yang memuaskan dan mana yang menyebalkan; juga tentang pejabat publik mana yang layak diapresiasi, dan mana yang dikritik terus menerus. Ini jadi salah satu bukti pentingnya bagi organisasi untuk menerapkan Open Leadership (Kepemimpinan Terbuka). Para pemimpin perlu membiarkan dirinya nyaman dengan keterbukaan, sejauh hal tersebut tidak menjadi bumerang. Para staf, koordinator, hingga atasan juga perlu sepakat dengan social media guidelines tertentu.
Charlene menjelaskan, masalahnya bukan apakah anda perlu atau tidak menjadi terbuka. Keterbukaan sudah jadi pilihan yang sulit dihindari. Menurutnya, masalahnya adalah sejauh mana keterbukaan itu dilaksanakan. Ada lima prinsip utama Kepemimpinan Terbuka menurut Charlene Li:
Respect that your customers and employees have power, Share constantly to build trust, Nurture curiosity and humility, Hold openness accountable, Forgive failure
Ada pula sepuluh elemen keterbukaan yang dibagi dalam dua kategori sebagai berikut:
Information sharing
Explaining, Updating, Conversing, Open mic, Crowdsourcing, Platforms
Decision sharing
Centralized, Democratic, Self managing, Distributed
Dalam menjelaskan tentang Kepemimpinan Terbuka, Charlene menggunakan berbagai contoh kasus, misalnya bagaimana Mark Zuckerberg menggunakan prinsip-prinsip ini dalam mendorong inovasi di Facebook. Facebook mengadopsi Open Book Management (OBM). OBM, seperti yang dijelaskan oleh John Case, secara umumnya adalah pendekatan untuk meningkatkan kinerja organisasi dengan cara membuka informasi mengenai kondisi finansial dan operasional organisasi agar karyawan lebih merasa terlibat.
Dalam Facebook, adaptasi OBM ini ditunjukkan dengan kebiasaan Mark Zuckerberg mengundang seluruh karyawannya ke dalam sesi tanya jawab setiap hari Jumat selama satu jam. Di sesi tersebut, mereka membicarakan seluruh permasalahan perusahaan. Namun, beberapa hal yang sifatnya sensitif seperti rencana akuisisi perusahaan, tetap menjadi rahasia. Facebook juga seringkali terbuka terhadap perubahan-perubahan dan inovasi yang dilakukannya. Pengguna Facebook sering diajak berpendapat mengenai bagaimana privacy policy dalam Facebook. Hal ini membuat penggunanya semakin merasa terlibat dengan perusahaan tersebut.
Selain itu Zuckerberg juga lebih memikirkan hal jangka panjang, dibandingkan kepuasan yang cepat. Orang yang sukses biasanya akan tergoda menjual perusahaannya, lalu menciptakan bisnis lain yang lebih hebat. Zuckerberg pun telah berulang kali menerima kesempatan untuk menjual social media-nya kepada peminat yang berani membeli dengan harga tinggi. Namun ia bertahan, karena percaya bahwa akan ada potensi yang lebih besar dan lebih baik di masa depan. Intuisinya ternyata tepat. Facebook sekarang telah menjadi social media terpopuler saat ini.
Sumber:
iya om, tugas dimana-mana =D
ReplyDelete