Tertinggalkan bukan Meninggalkan
Ah tertinggalkan itu.. Bagaimana ya rasanya?
Jauhhh tertinggal. Layaknya pelari marathon yang berlari bersama-sama dengan pelari lainnya, kemudian tiba-tiba salah satu pelari harus membenarkan tali sepatunya yang terlepas dari ikatannya dan terurai ke tanah. Mau tidak mau langkah si pelari tersebut terpaksa dihentikan. Padahal, sebelumnya ia telah melakukan pemanasan yang luar biasa hebatnya.
Kendala yang baru datang. Si pelari tersebut nampaknya tidak mahir dalam hal mengikat tali sepatu. Hingga ia banyak menghabiskan waktunya untuk hal tersebut. Lumayan lama sekali.. Tanpa disadari, teman-temannya yang lain telah jauh meninggalkan pelari tersebut.
Terus berlari (sumber: http://ww1.prweb.com) |
Ia telah tertinggal. Sepertinya lumayan jauh dengan pelari lainnya. Otomatis ia harus mengejar ketertinggalannya tersebut, untuk kembali berlari bersama dengan pelari lainnya. Karena berlari bersama itu lebih nikmat, begitulah pikirnya. Dapat sambil bercengkerama dan tertawa bersama mungkin apabila terdapat hal yang menggelikan.
Terlepas dari itu. Bagaimana ya rasanya saat kita berada di posisi pelari tersebut. Hahahahaha bagaimana ya? Ah, sepertinya lebih baik kita tetap tenang saja. Daripada terlalu dipaksakan, lebih baik mengalir begitu saja. Mungkin dengan itu kita lebih bisa menikmati setiap pemandangan yang kita lalui. Lebih baik begitu bukan?
Tapi yang jelas ini namanya tertinggalkan, bukan meninggalkan. Tertinggalkan itu ya tertinggal tanpa didasari kemauan kita sendiri. Kalau meninggalkan ya sudah jelas, berarti memang sengaja meninggalkan.
Semoga saja, bagi semua orang yang sedang mengalami ketertinggalan, dapat kembali mengejar ketertinggalannya itu hingga ia merasa sudah tidak tertinggal lagi. Ya itu harapan.
Comments
Post a Comment